خطبة: غزوة تبوك (باللغة الإندونيسية)
خطبة: غزوة تبوك (باللغة الإندونيسية)
Perang Tabuk
Segala puji bagi Allah, Tuhan langit dan bumi. Dia menjadikan dunia sebagai negeri amal, bukan negeri balasan. Aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah. Dia menciptakan langit dan bumi dalam enam hari, dan ‘arasy-Nya ada di atas air. Aku juga bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya. Beliau adalah penutup para nabi dan teladan orang-orang yang bertakwa. Semoga shalawat, salam dan keberkahan tercurah baginya beserta keluarga dan sahabatnya yang mulia.
Amma ba’du..
Aku berpesan kepada diriku dan untuk kalian semua agar senantiasa bertakwa kepada Allah SWT, sebab ia adalah sebaik-baik teman di alam kubur dan di hari kiamat, hari penghimpunan dan saat meniti sirat (jembatan). Allah berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap-siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.” (QS. Ali Imran: 200).
Saudara-saudara seiman..
Di tengah cuaca yang panas ini, orang-orang mengeluh kepanasan, meski di rumah, masjid, pasar dan mobil ada AC. Kita akan sama-sama menelaah satu peristiwa dalam kehidupan Nabi saw yang terjadi pada musim panas dengan terik yang sangat menyengat.
Di bulan Rajab, tahun kesembilan Hijriah, Nabi saw memerintahkan para sahabatnya untuk bersiap sedia menyerang Romawi, yang mana informasi yang sampai kepada beliau bahwa pasukan Romawi berkumpul di Syam untuk menggempur kaum Muslimin. Perintah bersiaga ini terjadi di musim panas yang sangat terik dan saat buah-buahan mulai matang, yang mana orang-orang sedang suka-sukanya menikmati buah-buahan mereka dan bersantai-santai di kebun mereka.
Nabi saw mendorong untuk berinfak dan mengeluarkan harta di jalan Allah, sehingga orang-orang baik berlomba-lomba mengambil bagiannya. Utsman radhiyallahu ‘anhu datang dengan seribu dinar, lalu dia letakkan di hadapan Nabi saw. Beliau pun bersabda, “Tidaklah membahayakan bagi Utsman apa yang dia lakukan setelah hari ini.” Umar radhiyallahu ‘anhu mengeluarkan setengah hartanya, sementara Abu Bakar menginfakkan seluruh hartanya. Abdurrahman bin ‘Auf datang dengan harta yang banyak, sementara Utsman mengeluarkan tiga ratus ekor unta lengkap dengan perlengkapan dan logistiknya. Selain mereka juga berlomba-lomba mengeluarkan harta yang banyak, bahkan kaum wanita pun mengirimkan perhiasan-perhiasan mereka.
Abu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Kami diperintahkan untuk bersedekah” dia berkata, “Kami memikul makanan di punggung kami” dia melanjutkan, “Abu Uqail bersedekah dengan makanan setengah sha’, sementara yang lain mengeluarkan lebih banyak lagi. Orang-orang munafik pun berkomentar, “Sungguh, Allah tidak memerlukan sedekah orang ini. Adapun temannya yang itu, dia hanya pamer (riya’) saja.” Kemudian Allah menurunkan firmanNya,
“(Orang munafik) yaitu mereka yang mencela orang-orang beriman yang memberikan sedekah dengan sukarela dan yang (mencela) orang-orang yang hanya memperoleh (untuk disedekahkan) sekedar kesanggupannya.” (QS. at-Taubah: 79) Hadits ini diriwayatkan oleh imam Muslim. Demikianlah, semua orang yang kaya dan miskin tidak selamat dari keburukan mereka.
Orang-orang munafik membangun masjid sebagai tempat mereka berkumpul dan mengatur konspirasi mereka, serta memata-matai Nabi saw. Mereka mengklaim diri membangun masjid tersebut untuk memudahkan bagi kaum duafa’ agar mereka lebih dekat dengan masjid Nabawi. Maka al-Qur’an turun untuk menyingkap niat jahat mereka itu. Allah berfirman,
“Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada yang mendirikan masjid untuk menimbulkan bencana (pada orang-orang yang beriman), untuk kekafiran dan untuk memecah belah di antara orang-orang yang beriman serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka dengan pasti bersumpah, “Kami hanya menghendaki kebaikan.” Dan Allah menjadi saksi bahwa mereka itu pendusta (dalam sumpahnya).” (QS. at-Taubah: 107).
Ketika kaum muslimin hendak bergerak untuk keluar, orang-orang munafik berkata, “Janganlah kalian berangkat (pergi berperang) dalam cuaca panas terik ini.” Maka turunlah firman Allah,
“Orang-orang yang ditinggalkan (tidak ikut berperang), merasa gembira dengan duduk-duduk diam sepeninggal Rasulullah. Mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah dan mereka berkata, “Janganlah kamu berangkat (pergi berperang) dalam panas terik ini.” Katakanlah (Muhammad), “Api neraka Jahanam lebih panas,” jika mereka mengetahui.” (QS. at-Taubah: 81).
Padahal di sisi lain, ada orang-orang beriman dari kaum fakir miskin yang datang kepada Nabi saw meminta untuk diikutsertakan karena mereka tidak memiliki tunggangan. Ketika mereka diberikan uzur, maka air mata mereka berlinang karena sedih, padahal mereka tidaklah berdosa karena ketidakmampuan itu.
“Dan tidak ada (pula dosa) atas orang-orang yang datang kepadamu (Muhammad), agar engkau memberi kendaraan kepada mereka, lalu engkau berkata, “Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu,” lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena sedih, disebabkan mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka infakkan (untuk ikut berperang).” (QS. at-Taubah: 92).
Nabi saw memerintahkan Ali bin Abi Thalib untuk menggantikan beliau di Madinah. Dia berkata, “Apakah engkau memberi tugas kepadaku untuk mengurusi anak-anak dan wanita?” Nabi saw menjawab, “Tidakkah engkau ridha menjadi bagian dariku seperti kedudukan Harun bagi Musa?” hanya saja tidak ada kenabian setelahku.” (HR. Bukhari).
Kemudian Nabi saw berangkat bersama para sahabat. Jumlah mereka tiga puluh ribu atau lebih dengan kuda sebanyak sepuluh ribu. Mereka kekurangan tunggangan, sehingga dua atau tiga orang bergiliran menaiki unta. Ketika Rasulullah saw melintasi al-Hijr, negeri kaum Tsamud yang terletak dekat dengan Provinsi al-‘Ula saat ini, beliau bersabda, “Janganlah kalian memasuki tempat tinggal orang-orang yang zalim, kecuali dalam keadaan menangis, karena khawatir tertimpa apa yang menimpa mereka.” Kemudian belian menutup wajah dengan selendangnya sambil tetap berada di atas tunggangannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Nabi saw memerintahkan kepada para sahabat untuk membuang makanan yang dibuat dengan campuran air sumur orang-orang yang telah diazab itu untuk unta mereka dan membuang sisa air yang sudah diambil, lalu mengambil air dari sumur yang darinya unta (Nabi Shaleh) minum.
Salah seorang dari kaum munafiq berkata tentang para sahabat, “Aku tidak pernah melihat orang-orang seperti para qurra’ kita itu, yang banyak makan, suka berdusta dan pengecut saat bertemu musuh.” Ada lagi Makhsyin bin Humayyir berkata, “Apakah kalian mengira memerangi Bani Ashfar (Romawi) seperti peperangan antara sesama bangsa Arab? demi Allah, besok kalian akan menjadikan kami terbelenggu sebagai tawanan.” Demikian itu, untuk menakut-nakuti dan melemahkan semangat kaum mukminin. Maka turunlah ayat,
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka, niscaya mereka akan menjawab, “Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah, “Mengapa kepada Allah, dan ayat-ayat-Nya serta Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Tidak perlu kamu meminta maaf, karena kamu telah kafir setelah beriman. Jika Kami memaafkan sebagian dari kamu (karena telah tobat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) karena sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang (selalu) berbuat dosa.” (QS. at-Taubah: 65-66).
Diriwayatkan bahwa Makhsyin kemudian bertobat dan terbunuh sebagai syahid dalam perang Yamamah.
Ketika mereka sampai di Tabuk, mereka tidak menemukan siapa pun di sana, sebab pasukan Romawi ketika mengetahui pergerakan pasukan ini, mereka segera angkat kaki lari ke negeri mereka untuk masuk ke benteng-benteng mereka. Nabi saw merasa tidak penting mengejar mereka ke negeri mereka. Beliau tinggal di tempat itu selama sekitar dua puluh hari. Pemuka Ailah mendatangi beliau dan menawarkan damai dengan membayar jizyah. Demikian juga penduduk Jarba’ dan Adzruh, mereka datang dengan membawa jizyah. Beliau menulis suatu keputusan bagi mereka, lalu kembali ke Madinah. Beliau memerintahkan untuk meruntuhkan dan membakar masjid Dhirar yang dibangun oleh kaum munafikin. Saat beliau hendak sampai di Madinah, beliau bersabda, “Sesungguhnya di Madinah ada sekelompok orang, tidaklah kalian melalui suatu jalan dan melewati suatu lembah, melainkan mereka membersamai kalian” para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, padahal mereka di Madinah?” beliau bersabda, “Mereka di Madinah, karena terhalang oleh uzur.” (HR. Bukhari) dan di dalam riwayat Muslim, “Melainkan mereka menyertai kalian dalam pahala.”
Segala puji bagi Allah.. Amma ba’du..
Saudara seiman, mari kita sama-sama mengambil pelajaran dari peristiwa tersebut. Di antara pelajaran yang dapat dipetik adalah keutamaan para sahabat radhiyallahu ‘anhum dan kesegeraan mereka dalam berkorban dengan harta dan jiwa.
Pelajaran lainnya adalah besarnya bahaya kemunafikan. Di dalam surat Bara’ah (at-Taubah) terdapat banyak ayat yang menyingkap kemunafikan mereka.
Pelajaran berikutnya adalah disyariatkannya berlomba-lomba dalam kebaikan. Ketika Umar membawa setengah hartanya, dia berkata, “Hari ini aku akan mengalahkan Abu Bakar.” Pelajaran lainnya adalah keutamaan dan keistimewaan dari beberapa orang sahabat, di antaranya adalah Khulafaurrasyidin.
Pelajaran selanjutnya adalah waspada dari mengolok-olok dan merendahkan orang yang beriman, serta keburukan dan akibat perbuatan itu, yang mana Allah menjadikannya sama dengan mengolok-olok Allah, ayat-ayatNya dan rasulNya.
Di antara pelajaran yang dapat dipetik adalah kekejian, keburukan dan tipu daya orang-orang munafik, serta bahwa mereka itu memperlihatkan diri mereka suka kepada kebaikan, bahkan mereka berani bersumpah, padahal mereka berdusta. Allah SWT telah menyebutkan sifat-sifat mereka di dalam al-Qur’an, tanpa menjelaskan nama-nama mereka agar kaum muslimin waspada. Sebab nama itu boleh saja berganti dalam rentang waktu dan berbedanya pelaku,akan tetapi sifat itu tetap sama.
Pelajaran lainnya adalah hendaklah seseorang yang melintasi negeri orang-orang yang diazab untuk tidak memasukinya kecuali dengan kondisi mengambil pelajaran dan menangis.
Pelajaran berikutnya adalah bahwasanya menyatukan hati dan bersatu padu adalah tujuan yang agung. Adapun salah satu tujuan masjid Dhirar yang dihancurkan itu adalah memecah belah kaum mukminin.
“Dan untuk memecah belah di antara orang-orang yang beriman.“ (QS. at-Taubah: 107).
Di antara pelajaran yang juga dapat diambil adalah urgensi niat yang baik dalam beramal. Sebab orang yang terhalang karena uzur sehingga tidak dapat pergi bersama kaum muslimin, tetap dicatat mendapatkan pahala oleh Allah.
Pelajaran terakhir adalah bahwa mengolok-olok kaum mukminin adalah bagian dari manuver orang-orang munafik. Selain itu, mereka juga menakut-nakuti dan membuat kekhawatiran.
Ucapkanlah shalawat dan salam untuk Nabi Muhammad saw.